MEMAKSA istri untuk melakukan hubungan seksual bisa dikategorikan tindakan perkosaan yang dilakukan suami. Apalagi jika ini dilakukan terus-menerus dan menimbulkan trauma bagi sang istri.
"Penyebab terjadinya pemerkosaan ini karena sang istri tidak mau atau tidak bersedia memenuhi keinginan suami untuk melakukan hubungan seksual. Tapi, sang suami malah memaksa untuk melakukan hubungan seksual," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS.
Wimpie dalam bukunya yang berjudul "Seks yang Membahagiakan Menciptakan Keharmonisan Suami Istri" menuliskan pemaksaan yang dilakukan suami terhadap istri merupakan pengaruh dari faktor lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi. "Di Indonesia, status dan posisi wanita lebih rendah daripada pria. Hal tersebut bisa menjadi penyebab," ujar Wimpie.
"Saat suami tahu istri menolak atau tidak bersedia melakukan hubungan seksual, tapi tetap memaksa hingga melakukan kekerasan. Dan, suami tidak pernah bertanya mengapa sang istri menolak melakukan hubungan seksual," tegas Wimpie.
Wimpie menuturkan, ada beberapa alasan penolakan istri untuk melakukan hubungan seksual seperti selama menikah tidak pernah merasakan kenikmatan hubungan seksual, jadi hanya suami yang menikmati.
"Hal tersebut mengakibatkan dorongan seksualnya lenyap sama sekali. Padahal, penyebabnya sangat mungkin karena ketidaktahuan suami tentang seksualitas, atau mungkin karena gangguan fungsi seksual yang dialami oleh suami," papar dokter Ahli Andrologi yang juga seksolog ini.
Ditambahkan Wimpie, alasan lain menolak melakukan hubungan seksual karena memang tidak bergairah. Kalau saja sang suami mau mengerti keadaan tersebut, maka mereka tidak akan langsung melakukan hubungan seksual. Kalau saja mereka mengerti, maka mereka akan menunggu sampai sang istri juga siap sehingga tidak terjadi peristiwa perkosaan tersebut. "Para suami seharusnya menyadari istri bukanlah sebuah benda yang selalu siap pakai untuk melakukan hubungan seksual," imbuhnya.
"Dalam hal ini, istri tidak mungkin melaporkan dan menuntut secara hukum. Bagaimana pun juga sang pemerkosa adalah suami sendiri. Kecuali kalau benar-benar sudah tidak tahan menghadapi derita yang dialami," ucap Wimpie yang menjabat sebagai Kepala Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hal senada diungkapkan Psikiater dari Rumah Sakit Omni Internasional, Alam Sutera Tangerang, dr Andri, SpKJ. Dia mengatakan hal tersebut sulit sekali dikatakan sebagai sesuatu yang menyimpang.
"Rasanya kalau di Indonesia agak sulit mendefinisikan pemerkosaan dalam perkawinan karena tentunya si suami berhak mendapatkan haknya untuk dilayani. Salah satunya adalah hubungan seksual," ucap papar Penanggung Jawab Klinik Psikosomatik RS Omni Internasional.
"Penyebab terjadinya pemerkosaan ini karena sang istri tidak mau atau tidak bersedia memenuhi keinginan suami untuk melakukan hubungan seksual. Tapi, sang suami malah memaksa untuk melakukan hubungan seksual," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS.
Wimpie dalam bukunya yang berjudul "Seks yang Membahagiakan Menciptakan Keharmonisan Suami Istri" menuliskan pemaksaan yang dilakukan suami terhadap istri merupakan pengaruh dari faktor lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi. "Di Indonesia, status dan posisi wanita lebih rendah daripada pria. Hal tersebut bisa menjadi penyebab," ujar Wimpie.
"Saat suami tahu istri menolak atau tidak bersedia melakukan hubungan seksual, tapi tetap memaksa hingga melakukan kekerasan. Dan, suami tidak pernah bertanya mengapa sang istri menolak melakukan hubungan seksual," tegas Wimpie.
Wimpie menuturkan, ada beberapa alasan penolakan istri untuk melakukan hubungan seksual seperti selama menikah tidak pernah merasakan kenikmatan hubungan seksual, jadi hanya suami yang menikmati.
"Hal tersebut mengakibatkan dorongan seksualnya lenyap sama sekali. Padahal, penyebabnya sangat mungkin karena ketidaktahuan suami tentang seksualitas, atau mungkin karena gangguan fungsi seksual yang dialami oleh suami," papar dokter Ahli Andrologi yang juga seksolog ini.
Ditambahkan Wimpie, alasan lain menolak melakukan hubungan seksual karena memang tidak bergairah. Kalau saja sang suami mau mengerti keadaan tersebut, maka mereka tidak akan langsung melakukan hubungan seksual. Kalau saja mereka mengerti, maka mereka akan menunggu sampai sang istri juga siap sehingga tidak terjadi peristiwa perkosaan tersebut. "Para suami seharusnya menyadari istri bukanlah sebuah benda yang selalu siap pakai untuk melakukan hubungan seksual," imbuhnya.
"Dalam hal ini, istri tidak mungkin melaporkan dan menuntut secara hukum. Bagaimana pun juga sang pemerkosa adalah suami sendiri. Kecuali kalau benar-benar sudah tidak tahan menghadapi derita yang dialami," ucap Wimpie yang menjabat sebagai Kepala Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hal senada diungkapkan Psikiater dari Rumah Sakit Omni Internasional, Alam Sutera Tangerang, dr Andri, SpKJ. Dia mengatakan hal tersebut sulit sekali dikatakan sebagai sesuatu yang menyimpang.
"Rasanya kalau di Indonesia agak sulit mendefinisikan pemerkosaan dalam perkawinan karena tentunya si suami berhak mendapatkan haknya untuk dilayani. Salah satunya adalah hubungan seksual," ucap papar Penanggung Jawab Klinik Psikosomatik RS Omni Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar